Kangen Jambu

Sudah dua kali dalam minggu ini aku membeli buah jambu biji untuk mengobati rasa kangenku pada buah ini. Sejak merantau sejak akhir 2019, pertama kalinya kau makan buah ini.

Minggu lalu awalnya hanya iseng memilih jambu. Sekedar menambah variasi stok buah di kos. Akhisnya ketagihan.

Hanya buah jambu biji potong, sih. Supaya cepat habis kumakan. Kalau beli banyak-banyak, aku takut keburu busuk, karena di kos tidak ada kulkas.

Rasanya tidak begitu manis, meskipun itu jambu premium yang sudah dikembangkan menjadi jambu tanpa biji.

Dulu waktu masih di kampung, aku tidak perlu beli jika ingin memakan jambu. Aku tinggal memetik langsung dari pohonnya, walau tidak selalu ada sih. Jambu biji itu musiman. Tapi buah itu tidak menjadi buah "eksklusif" di lingkunganku.

Apalagi di samping rumah, ada beberapa pohon jambu -milik tetangga- yang subur. Tiap musim jambu, pohon itu selalu berbuah dan rasanya aku selalu menjadi orang pertama yang memanennya. 

Bisa disebuh aku nyolong juga. Tapi bagaimana, ya. Memetik buah punya tetangga sudah biasa. Kalau kebetulan yang punya melihat, ya kami tinggal minta izin dan selalu disilakan. Sesederhana itu.

Ada jambu biji yang dalamnya merah. Ada juga yang dalamnya putih atau biasa kami sebut jambu susu, karena rasanya lebih manis ketimbang jambu yang isinya merah.

Kebun milik tetanggaku itu dibiarkan kosong. Jadi rumput liar bisa tumbuh dengan bebas. Tapi sesekali dibersihkan, ding. 

Di kebun belakang rumah, juga ada beberapa pohon jambu. Tapi buahnya tidak begitu banyak. 

Almh nenekku juga suka memetiknya, tiap kali mengumpulkan kayu bakar. 

Di kampung, kami juga biasa menyebut "tegal" pada sebidang tanah di lokasi tertentu. Di tegal keluargaku, juga ada pohon jambu.

Aku jadi ingat, alm kakek pernah bercerita kalau dulu di dekat rumahku ada yang namanya pasar jambu. Banyak sekali pohon jambu, sehingga tiap musimnya warga ramai-ramai menjual jambu.

Tapi sekarang sudah tidak begitu banyak pohon jambu. Sekarang sudah banyak tegal yang sudah dialih fungsikan untuk menanam cabai atau terong.

Ada tegal yang sangat luas dan banyak pohon jambu di dekat rumah, aku tidak tahu milih siapa. Sekarang sudah di sulap menjadi pondok pesantren.

Oiya. Waktu kecil dulu, aku dan teman-teman juga sering main pasar-pasaran dan daun jambu kami gunakan sebagai "uang"nya. Satu lembar senilai lima ribu kalau tidak salah ingat. Aku juga kangen aroma khas daun jambu.

Selain kangen dengan buah jambu, sebetulnya aku kangen suasana di rumah. Semoga kalau aku pulang nanti, masih ada pohon jambu yang berbuah supaya aku bisa memetiknya.


Jakarta, 8 Agustus 2021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Formasi Pie Susu Khas Bali Ternyata Blasteran Hongkong-Portugis

Meski Pahit, Mengkudu Ternyata Bisa Membantu Meningkatkan Stamina Tubuh

Kerajinan Pahat Batu Muntilan Cocok Menjadi Oleh-Oleh Anti Mainstream