Sedikit Cerita Pernah Jadi Anggota Pasukan Pengibar Bendera

Masih dalam suasana peringatan kemerdekaan.Tadi sore sempat melihat tweet seorang mbak-mbak yang suka sama upacara dan ngata-ngatain paskibraka. 

Tentu banyak yang pro banyak juga yang kontra.

Tentu, mereka yang pro menurutku punya satu pandangan dan kesimpulan yang sama yaitu paskibraka tidak lebih dari baris-berbaris dan tidak berfaedah. 

Makanya ada yang sensi juga sama "Anak Paskib" atau mereka ambil ekskul baris-berbaris.

Aku tidak mau bahas lebih lanjut atau mengutarakan pendapatku tentang perdebatan itu, sih.

Cuitan nitijen di "forum" itu, mengingatkanku dengan masa-masa latihan capas kabupaten delapan tahun lalu.

Kenapa disebut capas? Capas adalah singkayan dari calon paskibraka. Berdasarkan penjelasan pembinaku dulu yang beliau adalah salah satu petinggi di polres, selama masa pelatihan title kami adalah capas. 

Meskipun secara administrasi dan legal (ceilah, eh ada SK lho), title paskibraka hanya kami rasakan tak lebih dari 48 jam. 

Capas (jumlahnya tergantung kebijakan masing wilayah) dilantik dan dikukuhkan tanggal 16 Agustus. Bisa pagi bisa sore. Aku lupa wak, waktu itu kami dikukuhkan pagi atau sore.

Untuk tingkat kabupaten, prosesinya terasa cukup sakral. Puncaknya adalah waktu sesi cium bendera. Waktu itu, aku pun sangat merasakan kesakralan itu.

Lalu paginya, tanggal 17 Agustus adalah hari tugas kami. Kalau kata para pelatihku, kami adalah artisnya. Hahaha. Boleh juga, karena banyak warga sekitar yang ikut menonton upacara (bulan peserta upacara) hanya untuk menonton pengibaran bendera.

Tangan dan kaki sampai tremor waktu itu. Jantung jedan-jedun. Tapi gaboleh oleng. Malu-maluin! Jangan sampe latihan empat bulanku dan segala dramanya berakhir sia-sia.

Eh, sampai sini kesannya aku songong ya. Mentang-mentang "Anak Paskib".

Setelah sore sekitar jam lima sampai waktu maghrib adalah waktu penurunan bendera. Saat itu juga, berakhir tugas dan title Paskibra kami.

Title kami berubah jadi Purna Paskibraka.

Terlepas dan hujatan, pro dan kontra, paskibraka hanya baris berbaris tak berfaedah, menurutku penah menjadi bagian dari pasukan pengibar bendera tetap mengesankan.

Memang, "basic skill" yang harus kami punya katakanlah adalah baris-berbaris. Sebenarnya baris berbaris semua orang bisa. 

Kembali lagi ke niat, keteguhan, komitmen dan kemauan untuk menjaga ketahanan fisik maupun batin. 

Membanggakan dan mengharukan juga loh jadi paskib itu. Waktu itu aku dan banyak teman-temanku nangis setelah tugas, saking lega, senang, terharu, arghh campur aduk pokoknnya. Apalagi waktu ketemu orang tua.


Butuh waktu berbulan-bulan bagi pasukan pengibar bendera untuk bisa "enak" dipandang mata. 

Aku ingat betul, hari pertama aku latihan capas, kami hanya dilatih bagaimana posisi siap sempurna. Seharian cuma berdiri aja. Belum ada kombinasi hadap kanan hadap kiri. 

Hari pertama, entah berapa banyak teman-temanku yang pinsan, kebanyakan putri. Bahkan ada yang tumbang tepat di dekat kakiku. Tapi aku tidak bisa menolong, harus tetap fokus.

Kami tidak langsung dilepas untuk jalan tegap, belok kanan belok kiri, haluan kanan haluan kiri, buka barisan. Heiii, tidak seinstan itu Esmeraldahh~

Kalau posisi siap sempurna dan istirahat sudah dirasa oke. Baru berlanjut ke lencang kanan-kiri-depan, hadap kanan-kiri, balik kanan-kiri.

Setelah itu baru mulai pelan-pelan posisi jalan. Jalan di tempat, maksudnya.

Ketika sudah mulai jalan, ayunan tangan juga harus dilatih biar tegas, kompak, dan MATA AYAM!!! Meleng dikit, jidat kami langsung kena keplak. Hahaha.

Waktu itu latihan pertama kali di Bulan April. Setiap hari minggu. Jadwalnya pun gila-gilaan. Semua celah hari libur dimanfaatkan pembina dan pelatih kami untuk latihan.

Jam 07.00 - 17.00, teng. Kok dulu bisa setahan itu ya aku.

Bulan Juli adalah waktu terpadat, hampir setiap hari latihan. Sempat berbarengan dengan bulan puasa juga. Eum, bisa curi-curi ngokop air keran waktu wudhu. 

Bulan Juli juga, kami masuk ke latihan formasi, mengingat sudah termasuk latihan resmi. Pembawa baki dan pengibar sudah ada kandidatnya. Jalur formasi kami sampai membekas di lapangan, lurus russ. Ih, itu serius senang dan bangga sih lihatnya. 

Kulit gosong bahkan bisa sampai mengelupas. Rambut lepek. Aroma keringat semerbak. Kok dulu para pelatih tahan banget, ya.

Hauss, sampai puasa pun ndak khusyuk pun kami sudah pernah merasakannya.

Ketegasan, kekompakkan dan ketegapan adalah estetika dari baris berbaris. 

Posisi dasar yang baik dan benar harus dibentuk dulu. Baru bisa berkembang untuk jalan, hormat, sampai formasi pengibaran bendera.

Di luar baris berbaris, kami dilatih tetap tegas dan disiplin. RAPI. Setiap ishoma, kami harus jaga sikap. Jalan ke mushola harus tetap bareng dia baris dan rapi, apa itu mencar-mencar. Apa itu ketawa-ketiwi julid?

Pelototan pelatih kamu sudah membungkam, sebelum kami berisik sedetik sedikit saja.

Makan siang selalu diawali doa bersama dengan posisi duduk tegap. Durasi makan maksimal 10 menit. Lagi-lagi, tetap bareng dan posisi duduk tetap rapi.

Paskibra yang bisa dilihat itu, perlu latihan sangat panjang. Tidak cuma baris berbaris dan mengandalkan fisik saja.

Kalau badan ramping, tinggi, good looking, tapi klemar-klemer, barisnya mleyot-mleyot apalah arti bagus fisik itu. 

"Badannya tinggi, langsing, pasti cocok jadi paskib." Prett lah.

Seingatku dulu, waktu seleksi banyak yang posturnya bagus. Tapi banyak juga yang tidak lolos. Bahkan di hari pertama yang materi tesnya adalah baris berbaris.

Kami juga ada tes pengetahuan dan unjuk bakat. Jadi bisa dipastikan kalau anggota paskibra itu gak "kopong-kopong" amat.

Kalau ada sifat bawaan seperti pemalas atau suka bolos latihan, bisa disiplinkan waktu latihan. 

Lucunya, ada beberapa temanku yang tidak bisa makan buah. Setelah digembleng akhirnya dia bisa makan buah sedikit demi sedikit. Meski harus ada drama dia nangis sesenggukan sampai wajah memerah dan urat lehernya tercetak jelas.

Sebagai info, bekal makan siang kami selama latihan sebelum karantina ada tiga macam. Nasi, sayur sop, tahu/ tempe goreng. Ditambah satu buah yang berbeda-beda tergantung intruksi, kadang jeruk, kadang pisang, dua macam aja ding. 

Bekal air minum kami 1,5 L.Enaknya di Bulan Juli juga, menu makanan kami bertambah jadi ada kudapan berupa kue-kue basah atau jajanan pasar.

Setingkat kabupaten saja sudah sedemikian panjang prosesnya, apalagi yang tingkat nasional. Ditontonnya satu Indonesia. Dari seleksi sampai hari H pasti makin ketat lagi.

Ada juga hal-hal yang tidak aku suka sih dari masa-masa capas dulu. Tapi lebih ke perkara personalku saja. Aku tidak akan cerita tentang bagian melankolis dan seberapa melasnya perjuanganku dulu di tengah keterbatasan. Hehe.

Secara keseluruhan, rangkaian persiapan-seleksi-latihan-tugas sebagai pengibar bendera tetap mantull menurutku. Kalau negara-negara lain ada tradisi untuk merayakan hari kemerdekaannya, kenapa tidak dengan negara kita sendiri? 

Sudah dijajah ratusan tahun loh, wak.

Ada banyak hal baik juga yang bisa didapatkan sebagai purna paskibraka. Bonus setelah tugas berupa hadia, tentu ada. Dengar-dengar kalau purna paskibraka nasional dulu ada bonus liburan ke luar negeri.

Dalam hal karir, banyak teman seangkatanku yang sekarang jadi polisi atau tentara atau... istri tentara. Wkwkwkkw.


Jakarta, 19 Agustus 2021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Formasi Pie Susu Khas Bali Ternyata Blasteran Hongkong-Portugis

Meski Pahit, Mengkudu Ternyata Bisa Membantu Meningkatkan Stamina Tubuh

Kerajinan Pahat Batu Muntilan Cocok Menjadi Oleh-Oleh Anti Mainstream