Bukan Kampung Nelayan


Aku tinggal di suatu desa yang berbatasan langsung dengan pantai selatan. Bahkan sudah lebih dari 21 tahun eksistensiku disini, rumahku masih masih berada di deretan rumah paling selatan desa ini.

Jarak antara rumah satu dengan yang lain cukup jauh. Bisa hitungan meter. Tidak seperti kawasan padat penduduk di kota yang jarak antar rumah bahkan tidak ada sejengkal.

Bukan bermaksud congkak juga. Apalagi menetapkan diri sebagai orang berada. Luas bangunan rumahku bisa dua kali lipat luas rumah modern masa kini.

Desain rumah boleh dikatakan lebih modern daripada model rumah joglo yang dulu menjadi desain mayoritas di desa kami. Ya, sedikit banyak modernitas merambah pada selera warga akan desain rumah.

Hampir semua warga desa ini memiliki halaman yang luas. Pun tanah yang dimiliki sehingga bisa disebut sebagai kebun. Pepohonan hijau dan rindang masih menjadi sumber kesejukan utama, ketika terik siang hari menerpa.

Pepohonan yang masih bisa kokoh hidup, menjadi pemandangan sehari-hari. Dari pohon muda sampai tua. Tapi mereka para pohon pun masih punya kesempatan untuh tumbuk dengan bebas dari nol. Kerindangan sebagai peneduh, masih sangat dianggap penting oleh kami, warga desa.

Dari mulai pohon kelapa hingga pohon melinjo. Pohon munggu hingga pohon mindi. Sejauh ini masih tinggi menjulang. Menimbulkan suara gemresek yang khas ketika angin besar meniup kencang.

Ehm, tapi rupanya cukup panjang aku menulis prolog. Nyaris mennyimpang dari tujuan catatan in tentang desaku yang di pinggir pantai, tapi bukan desa nelayan.

Tepat di selatan rumahku, sebut saja juga selatan desaku, membentang berhektar-hektar sawah tempat aktivitas pertanian. Dari timur ke barat, sawah seolah menjadi pembatas antara tanah pedesaan dengan tanah pesisir yang sudah didominasi oleh pasir.

Kami tinggal di desa pinggir pantai, namun mayoritas mata pencaharian penduduk ekitar sini bukan lah nelayan. Apalagi penambak udang. Atau petani garam.

Jadi, bisa dikatakan desa kami merupakan desa yang kebetulan berada di pinggir pantai. Lahan subur pertanian yang diandalkan warga.

Laut selatan memang memiliki kekuatan ombak yang besar. Ada potensi perikanan, karena di beberapa titik memang ada pangkalan perahu nelayan. Namun itu bukan menjadi mayoritas. Lebih banyak ditemui di paangtritis, depok, samas atau pantai pandansimo.

Aku dan warga desa di sini terbiasa dengan suara ombak. Tapi tidak menjadikan kami ‘dekat’ dengan ombak. Hanya beberapa kali, bahkan nyaris tidak pernah bersentuhan dengan ombak.

Pantai dan ombak tidak menjadi kegemaran kami. Cukup menyadari saja kami tinggal di pinggir pantai. ‘Polda’ atau pol daratan yang jauh dari peradaban kota.

Cukup kami menjadi pengamat atau atribut para pelancong yang plesir ke pantai. Mengingat, apa yang kami hirup sehari-hari a.k.a udara pantai, tidak bisa setiap saat mereka hirup.

Hmm, kami juga cukup menjadi pendamping saja. Ketika saudara jauh datang berkunjung dan sangat antusias melihat pantai. Sembribit angin laut. Atau warna jingga pekat di penghujung hari beriringan dengan sang bola api tenggelam di ufuk barat.

Saat cuaca cerah, siang menjadi masa tergerah. Tapi ada pepohonan sebagai penetral. Semilir angin bisa jadi pengganti kipas angin. Meski kadang harus rela menggelar tikar di teras atau jegang di halaman demi mendapatkan semilir angin.

Saat musim hujan, desa kami bisa menjadi daerah pertama atau terakhir terguyur hujan. Pertama atau terarkhir disapa mendung. Ketika langit bagian utara terlihat pekat, belum tentu daerah kami akan mengalami hal yang sama. Pekat di utara, di daerah kami masih bisa diterpa terik matahari.

Wonoroto, Patihan, Cangkring, Demangan, dan Karanganyar merupakan daerah desa yang berdampingan dengan pantai. Tapi bukan kampung nelayan. Hanya terletak secara geogafis, sehingga mengalami suasana natural khas pedesaan bagian selatan Yogyakarta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Formasi Pie Susu Khas Bali Ternyata Blasteran Hongkong-Portugis

Meski Pahit, Mengkudu Ternyata Bisa Membantu Meningkatkan Stamina Tubuh

5 Jenis Sayuran Ini Cocok Dijadikan “Green Juice” yang Menyehatkan