Mereka yang Dekat dengan Media Sosial

Indonesia sebagai sebuah negara memiliki kelebihan dan kekurangan. Baik dari sisi kondisi geografi, kekayaan alam, pemerintahan, SDM, SDA, kebudayaan, hingga kehidupan bermasyarakat. Negara ini dihuni oleh lebih dari 250 juta penduduk dengan berjuta-juta karakteristik dan pemikiran. Namun mereka pun dapat disatukan salah satunya melalui rasa kepemilikan terhadap bangsa ini. Bahasa singkatnya, nasionalisme.

Sejak Indonesia merdeka, rasa kepemilikan terhadap bangsa ini jelas tidak akan hilang. Rasa memiliki terhadap negara ini pun yang mendorong tercapainya kemerdekaan yang sudah lebih dari 300 tahun dijajah oleh negara lain.

Seorang warga negara bisa dengan bangga dan bebas menyatakan dirinya kepada dunia, bahwa ia berasal dari Indonesia. Ia tinggal di Indonesia. Negara di kawasan Asia tenggara yang memiliki jutaan kearifan lokal unik.

Namun, tak jarang warga negara ini merasa tidak puas berada di negara ini. Malas dan jengah dengan urusan administrasi yang ribet saat membuat KTP atau kesal karena harga BBM naik, sudah bukan tarafnya lagi.

Dalam konteks yang saya maksud, ketika rasa tidak puas itu menimbulkan keinginan untuk pindah negara saja. Tidak lagi menetap di sini. Di negara yang membuatnya tidak nyaman.

Seperti yang sempat dipaparkan di awal, Indonesia memiliki kekurangan. Kekurangan itu dijadikan celah oleh bangsa ini sendiri untuk mengkritik dan atau menjadi alasan untuk tidak berlama-lama di negara yang masih berkembang ini.

Kekurangan yang paling mudah dilihat dari adalah sikap amoral petinggi pemerintahan yang korupsi. Meski belum masuk ke dalam daftar 20 negara paling korup versi WEF dalam Global Competitiveness Report 2018  (https://ekonomi.kompas.com/read/2018/10/18/051530126/wef-beberkan-daftar-20-negara-paling-korup-di-dunia.), dari rakyatnya sendiri sudah tahu betul bahwa korupsi di negara ini sangat tinggi. Belum lagi nepotisme dan kolusi yang meluas hingga pemerintahan tingkat desa sekalipun. Pemerintah bahkan membentuk lembaga independen guna menanggulangi pejabat pemerintahan yang korup, dengan nama KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).

Jika menilik ranah milenial, rupanya permasalahan yang tak sampai ke pembicaraan masyarakat desa pun bisa menimbulkan keinginan untuk pindah negara. Maksud saya, topik-topik nasional, namun tidak sampai menjadi perbincangan hangat di kalangan bapak-bapak pedangan sayur di pasar atau ibu-ibu yang hendak ke sawah untuk menanam cabai.

Era milenial memiliki generasi yang cenderung lebih luas wawasannya. Media sosial dan fitur lainnya dari internet, mendorong pemikiran mereka untuk bisa lebih kritis, terbuka, atau bahkan rebel khas milenial. Kekinian, bahasa kerennya.

Masyarakat Indonesia sudah dianggap masuk ke dalam era melenial ini. Media sosial menjadi sarana yang mudah sekali mengangkat suatu isu menjadi perbincangan hangat hingga panas. Salah satu kelebihan media sosial yaitu menyediakan yang bebas bagi penggunanya untuk bereskspresi, berdebat, beropini, dan berdiskusi. Apa yang menjadi perbincangan di media sosial, dapat membentuk opini publik. 

Tapi menurut saya tidak semua perbincangan itu dalam dunia nyata bisa dijangkau oleh seluruh masyarakat Indonesia. Dalam konteks ini, saya berpendapat bahwa masyarakat yang bisa masuk dalam isu yang ramai di media sosial, ya, masyarakat yang dekat dengan media sosial. Mereka yang memiliki gawai pastinya. 

Masyarakat Indonesia masih banyak juga kok yang tidak punya gawai. Masih banyak yang belum pandai mengutak-atik gawai, apalagi media sosial.

Generasi milenial, jelas yang paling dekat dengan media sosial. Itu sudah menjadi hiburan mereka sehari-hari. Atau bahkan kebutuhan. Dunia serasa sepi jika tidak ada medsos. Huft.

Kebabasan berekspresi di media sosial banyak yang frontal juga. Terang-terangan. Tanpa terkecuali mengenai kekurangan negara ini. Kritik ringan hingga tajam terhadap pemerintah yang secara langsung menahkodai berjalannya pemerintahan negara ini dan sebagai salah satu represenitasi negara ini di mata dunia. Tak heran, kebijakan-kebijakan yang dibuat pun otomatis menjadi ciri dari negara ini, bukan?

Salah satu kebijakan pemerintah Indonesia yang menjadi perbincangan kritis hingga humoris di kalangan milenial saat ini adalah pembatasan atau pelarangan terhadap konten yang dianggap sensitif dan tidak sesuai pada moral bangsa. Contohnya konten yang mengandung unsur pornografi dan eksploitasi tubuh perempuan.

Setelah beberapa waktu lalu, publik dibuat heran hingga kesal lantaran tubuh Sandy saat memakai baju bikini dalam serial kartun SpongeBob SquarePants. Sensor itu diberlakukan karena pakaian yang dikenakan oleh Sandy terlalu terbuka, tidak pantas ditonton, apalagi untuk anak-anak. Namun, sensor itu juga berlaku untuk seluruh tayangan di televisi jika dalam tayangan itu ada artis perempuan mengenakan pakaian terbuka. Maka bagian dada akan di blur.

Pada akhir Februari 2019, kebijakan terkait konten yang dianggap mengandung untu pornografi kembali membuat publik geger. Terutama publik internet, atau warganet. Keputusan KPID Jawa Barat yang memutuskan ada 17 lagu berbahasa inggris dibatasi jam tayangnya di seluru radio di Jawa Barat. Lagu-lagu itu hanya boleh diputar di jam-jam dewasa, yaitu pukul 22.00 - 03.00, diluar jam itu, dilarang. 

Peraturan yang berlaku pada media massa radio itu, jelas menimbulkan dampak yang dirasa merugikan dari pihak radio. Disaat radio tengah berjuang mencari pendenga di era digital saat ini, muncul peraturan besar dapat menurunkan pendengar. Lantaran 17 lagu yang dibatasi, termasuk lagu yang banyak diminati masyarakat.

Beda lagi dari sisi industri musik yang menilai peraturan itu membatasi musisi dalam berekspresi dan dan berkreasi. Mengingat lirik merupakan konten penting dalam suatu lagu yang juga menjadi bentuk kreasi musisi.

Bruno Mars mengungkapan kekesalannya secara terang-terangan di akun media sosial pribadinya, twitter. Dua lagu andalannya, Versace On The Floor dan Thats's What I Like, masuk ke dalam daftar. Gempar sudah setelah itu. Banyak masyarakat Indonesia yang merasa malu. Mereka merasa nama negara ini tercoreng di mata Bruno Mars. Apesnya, mungkin setelah ini Bruno Mars tidak mau menggelar konser di Indonesia.

Itu dari sisi publik Indonesia. Bahkan ada yang sampai menyatakan ingin pindah negara. Kebijakan ini menambah daftar alasan yang -mungkin- memuakkan sehingga ingin sekali enyah dari negara ini.

Saya rasa pihak KPID Jawa Barat juga memiliki tujuan yang baik. Setelah saya telusuri profil para petinggi KPID Jawa Barat, kebanyakan mereka berlatar pendidian tinggi di bidang Ilmu Komunikasi. Suatu studi yang banyak mempelajari tentang pesan, kontan yang dimaknai oleh manusia. Meraka juga memiliki wawasan yang mumpuni untuk memfilter konten apa saja yang baik untuk publik.

Tapi saya, tidak bermaksud mendetail pada bagian KPID ini. Saya, hanya menyoroti pada banyanya anak muda yang ingin pindah negara yang dipicu oleh kebijakan-kebijakan pemerintah. Isu yang panas di media sosial menjadi sumber utama dan sarana pelampiasan emosi yang diminati. 


Isu itu memang fenomenal, berdampak pada banyak pihak. Bahkan ada yang bisa merugikan pihak tertentu. Tapi kebijakan masih memiliki banyak celah untuk dikritik, banyak yang menilai banyak salahnya. Kebijakan yang tidak pandang bulu, tapi masih dinilai kurang tepat. Apalagi yang menyangkut kebebasan. Dalam konteks ini, kebebasan berekspresi.

Di satu sisi, isu ini tidak diperbincangan sampai ke rakyat bawah. Mereka yang masih banting tulang untuk bertahan hidup. Bekerja apa saja, serabutan tak masalah, yang penting mereka bisa makan. Sekalipun hanya sekali sehari.

Jadi, kenapa masyarakat yang lebih maju dan masih punya waktu untuk 'berselancar' dan misuh di media sosial, bisa dengan mudahnya mengatakan ingin pindah negara? Apa mungkin mereka yang sudah memiliki wawasan yang lebih luas tentang kekurangan dan carut marut kebijakan negara ini, sudah cukup menganggap bahwa untuk pindah negara adalah hal yang tepat?

Saya yakin, banyak juga yang lebih 'berpikir keras' dan berjuang keras untuk tetap bisa hidup di negara ini. Tapi tidak sampai kepikiran untuk pindah negara...



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Formasi Pie Susu Khas Bali Ternyata Blasteran Hongkong-Portugis

Meski Pahit, Mengkudu Ternyata Bisa Membantu Meningkatkan Stamina Tubuh

Kerajinan Pahat Batu Muntilan Cocok Menjadi Oleh-Oleh Anti Mainstream