Filosofi Motif Batik Parang Yang Sakral


instagram/ @lakalaka.os

Batik milik Indonesia asli telah dipatenkan oleh UNESCO sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Non-bendawi (Masterpieces of the Oral and Intengible Heritage of Humanity). Pengakuan ini menjadi pengakuan Internasional terhadap budaya Indonesia.

Tanggal 2 Oktober ditetapkan sebagai hari batik nasional. Meski batik berasal dari daerah Jawa, eksistensinya sudah skala nasional. Kain ini memang sangat cocok dikenakan untuk acara-acara formal. Tapi kini banyak juga yang memakai batik untuk pakaian sehari-hari.

Sebagai warisan budaya dari nenek moyang Indonesia, tentu motif yang terkandung pada batik ada yang memiliki filosofi. Meski saat ini ada ribuan motif batik. Permintaan kain batik yang tinggi juga memicu produsen batik menggunakan teknologi yang lebih canggih untuk bisa memenuhi permintaan tersebut.

Dulu, motif batik “digambar” secara manual oleh tangan-tangan para pengrajin. Malam (lilin panas) ditorehkan pada kain mori atau kain putih polos menggunakan canting. Sebutan untuk batik ini adalah batik tulis. Tak heran jika membutuhkan waktu yang lama untuk bisa menjadi satu lembar kain batik dengan ukuran rata-rata 100 x 150 meter.

Saat ini banyak kain batik yang diproduksi dengan cara dicap atau dicelup, sehingga pengerjaannya lebih cepat. Motifnya tak kalah cantik dan juga beragam. Harganya juga lebih murah jika dibandingkan dengan batik yang dibatik secara konvesional.

Secara umum, motif  pada batik memiliki kesan yang sangat unik dan sangat tradisional. Tak heran jika banyak orang yang menggemari kain yang satu ini. Batik dapat dikenakan oleh semua orang. Namun, ternyata ada beberapa motif batik yang disakralkan. Seolah seperti peraturan yang tidak tertulis, pemakaian motif ini tidak boleh sembarangan. Pada konteks ini, ada banyak sekali motif batik tetapi tidak semua orang memahami makna yang terkandung pada motif batik.

Motif-motif batik yang disakralkan ini dianggap memiliki makna yang mendalam. Dikutip dari laman pantau.com, terdapat doa dan harapan yang terkandung didalamnya. Menurut desainer Era Soekamto, sebaiknya pahami dulu motif yang ada kain batik sebelum dipadupadankan dengan busana lain.

“Parang” adalah salah satu motif batik yang tidak boleh sembarangan dikenakan. Motif ini cukup populer di Jawa dan termasuk sebagai motif paling tua di Indonesia. Kata Parang berasal dari “pereng” atau lereng atau tebing yang berbentuk mirip seperti jajaran huruf “S”, berbaris diagonal dengan sudut kemiringan 45 derajat seperti yang ada pada motif batik ini.

Motif ini memang sederhana sehingga banyak orang yang bisa mendapatkannya dengan mudah dengan harga yang terjangkau. Tapi jika dirunut dari sejarahnya, motif batik Parang mengandung filosofi yang sangat mendalam.

Dilansir dari laman okezone.com, motif Parang memiliki filosofi yang berarti pantang menyerah seperti ombak laut yang tidak pernah berhenti bergerak. Bentuk huruf “S” memang diadaptasi dari bentuk ombak lautan, menggambarkan semangat yang tidak pernah padam.

Bentuk hurus “S” saling terkait dengan yang lainnya dan saling menjalin. Susunan motif batik ini menggambarkan jalinan yang terus tersambung atau berkesinambungan. Simbol pada sesuatu yang tidak putus, baik dalam upaya memperbaiki diri, memperjuangkan kesejahteraan, bentuk pertalian keluarga, menjaga hubungan antara manusia dengan alam, manusia dengan sesama manusia, serta manusia dengan Yang Maha Kuasa.

Dinukil dari infobatik.id, motif Parang sudah ada sejak zaman Keraton Mataram Kartasura (Solo) yang diciptakan oleh pendiri keraton. Maka dari itu, motif ini menjadi pedoman utama dalam menentukan derajat kebangsawanan seseorang.

Motif batik Parang pun mengalami perkembangan dan modifikasi. Salah satu motif batik Parang yang memiliki makna sangat sakral adalah motif Parang Rusak. Motif ini diciptakan oleh Panembahan Senopati (Sultan Mataram ke 1) yang terinspirasi dari ombak yang tidak pernah lelah menghantam karang pantai. Pada saat itu, beliau tengah bertapa di Pantai Selatan. Motif ini melambangkan manusia yang memiliki pengendalian internal dalam melawan kejahatan sehingga mereka tetap bijaksana dan berwatak mulia.

Motif Parang Rusak juga melambangkan kekuasaan dan kekuatan. Tak heran jika pada jaman dulu, motif ini banyak boleh dinakan oleh para penguasan dan ksatria. Saat proses produksi, batik Parang Rusak harus dibuat dengan kesabaran dan keangan yang tinggi. Kesalahan dalam pembatikan dipercaya dapat menghilangkan kekuatan gaib pada batik ini.

batik barang barong/ instagram | @kratonjogja

Kemudian ada motif Batik Parang Rusak Barong yang dulu hanya boleh dikenakan oleh Raja. Pada motif ini, memiliki simbol bahwa Raja adalah pemimpin yang harus selalu berhati-hati, dapat mengendalikan diri baik secara lahir maupun batik sehingga dapat menjadi pemimpin yang bertanggung jawab dan berperilaku luhur. Motif batik PArang Rusak Barong diciptakan oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma (Sultan Mataram ke 3).


Batik Parang Klitik/ instagram | @kratonjogja

Tak hanya seorang raja, keturunan raja adalah pihak yang pada zaman dulu boleh memakai batik motif Parang. Ada motif Parang Klitikyang dulu banyak dikenakan oleh para puteri raja. Motif ini memiliki bentuk yang lebih halus daripada motif parang rusak, lebih sederhana dan lebih kecil. Hal itu sesuai dengan makna dalam motif batik ini yaitu citra feminim, lembut, dan perilaku bijaksana.

          Dalam pemakaiannya, kain batik sering dipadupadankan dengan busana lain. Pada awalnya kain batik dikenakan sebagai tapih atau bawahan. Seiring dengan perkembangan jaman, kain-kain motif batik dipotong untuk dijahit menjadi beragam model pakaian. Tetapi penting untuk tidak boleh sembarangan memotong motif karena dapat merusak makna.

          Sebagai contoh, motif batik Parang familiar dengan lereng-lereng yang tidak boleh dipotong secara horizontal. Hal itu dapat merusak makna dan doa yang terkandung didalamnya. Garis diagonal yang terdapat pada motif Parang memberi gambaran bahwa manusia haris memiliki cita-cita yang luhur, kuat dalam pendirian dan setia pada nilai-nilai kebenaran. Dinamika pola parang juga disebut sebagai simbol ketangkasan, kewaspadaan, dan kesinambungan antara satu dengan yang lain.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Meski Pahit, Mengkudu Ternyata Bisa Membantu Meningkatkan Stamina Tubuh

Formasi Pie Susu Khas Bali Ternyata Blasteran Hongkong-Portugis

5 Jenis Sayuran Ini Cocok Dijadikan “Green Juice” yang Menyehatkan