Awal Mula Tren Gaun Pengantin Berwarna Putih



freepik.com


You look so beautiful in white...

Itu lah sebaris lirik pujian dari lagu romantis populer dari Westlife, Beautiful In White. Entah sudah berapa banyak perempuan yang baper dengan keseluruhan lirik lagu ini. Pun dengan sebaris lirik yang telah ditulis diawal. Sederhana namun bermakna manis, romantis dan mendalam. Hayo ngaku, siapa yang kepengen saat nikahan nanti pasanganmu akan menyanyikan lagu ini? Hihihi. Banyak sepertinya...

Pada acara pernikahan, pengatin wanita pasti akan menjadi “ratunya”. Dia lah “bintang dari segala bintang” di hari spesial itu. Gaun yang dikenakannya pasti menjadi sorotan seluruh tamu yang hadir. Banyak pengantin masa kini juga cenderung memilih warna putih untuk gaunnya. Jadi lah bisa tercipta lagu Beautiful In White, kan? Karena mempelai laki-lakinya sangat terpesona dengan aura kecantikan dan keanggunan pengantinnya dengan balutan gaun putih. Eaa...

Lantas, bagaimana sih sejarahnya kenapa mayoritas warna gaun pengantin perempuan berwarna putih?

Ada berbagai pemaknaan mengenai warna putih untuk pakaian pengantin perempuan. Masing-masing bahkan tidak bermaka kesucian, bahkan ada yang anggapan bahwa warna putih dapat mendatangkan ketidakbahagiaan.

Tetapi tidak sedikit pula yang percaya bahwa warna putih melambangkan kesucian.

Dirangkum dari kompas.com, pengantin perempuan yang pertama kali mengenakan gaun berwarna putih adalah Putri Philippa dari Inggris pada tahun 1406. Tapi setelah itu gaun warna putih jarang digunakan untuk pernikahan. Warna-warna mencolok lebih seperti biru dan orange lebih digemari. Tahun 1500-an, gaun pengantin didominasi oleh warna biru dengan model bagia leher terutup dan memiliki ornamen langka.

Baru pada tahun 1840, warna putih kembali digunakan pada pernikahan Ratu Victoria dengan Pengeran Albert dari Saxe-Coburg. Saat itu wara putih dianggap sebagai warna murah karena tidak perlu pewarna untuk melukis kain. Ratu Victoria ingin menunjukkan bahwa ia dapat menjadi pemimpin menuju penghematan kepada rakyatnya. Pernikahan Ratu Victoria dianggap terlalu sederhana bagi kalangan bangsawan. Tapi itu lah yang ingin ditunjukkan Ratu Victoria. Ia ingin menampilkan kepekaan dan kebijaksanaan pada pernikahannya.

Ratu Victoria dan Pangeran Albert | apakabardunia.com

Dilansir dari cnnindonesia.com, Ratu Victoria bahkan memilih gaun putih dengan renda Honitan buatan rakyat dari desa kecil, Beer, London Timur. Dia hendak mempromosikan usaha kecil itu. Ulala, seperti Titipku dong, membantu usaha kecil.

Bagi Ratu Victoria, warna putih dianggap sebagai warna yang paling baik untuk memamerkan kesenian pembuatan renda. Sempat menjadi perbincangan, justru pilihan Ratu Victoria akhirnya mendapat pujian.

Setelah itu, pemilihan warna putih oleh Ratu Victoria mulai banyak ditiru. Ilustrasi gaun pengantin yang dikenakan Ratu Victoria tersebar luas di seluruh dunia. Kaum kelas atas bahkan mulai meniru gaun berwana putih itu. Kemudian Putri Beatrice, anak perempuan Ratu Victoria, juga mengenakan gaun warna putih di hari pernikahannya.

Harga kain putih melonjak tajam sehingga kain berwarna putih tidak lagi menjadi “kain murah”. Gaun pernikahan dengan warna putih juga memiliki perawatan yang mahal. Sejak saat itu, gaun putih di pernikahan kerajaan hanya menjadi mimpi banyak anak muda yang ingin menikah.

Dikutip dari buku Godey’s Ladys tahun 1849, tertulis keputusan Ratu Victoria, “Gaun telah dipilih dari warisan sebelumnya bahwa warna putih yang paling cocok. Ini sebagai simbol kemurnian dan kepolosan perempuan, serta sebagai tanda hati yang suci sampai akhirnya diserahkan pada pria yang terpilih.” Pernyataan ini menegaskan bahwa seorang perempuan mengikrarkan untuk dimiliki secara utuh oleh pria yang dipilihannya. 

Baru setelah Perang Dunia II, kelas menengah mulai bisa mengikuti tren gaun pengantin berwarna putih. Revolusi industri semakin memicu propaganda pemakaian warna putih pada gaun pengantin. Gaun ini menjadi sangat populer, sehingga muncul klaim bahwa sejak dulu gaun pengantin memang berwarna putih. Padahal klaim itu tidak sepenuhnya benar.

Konteks dunia barat sangat berpengaruh, karena banyak keuasaan dari mereka menjajah wilayah lain dari Afrika hingga Asia. Pada tradisi barat, pengantin menggunakan gaun pengantin berwarna putih dan menggunakan veil putih untuk penutup kepala. Pada tahun 1950-an, gaun pengantin putih menjadi tren mainstream pada masyarakat Barat. Melalui iklan di televisi, masyarakat dibombardir dengan poret selebriti seperti Grace Kelly yang menggunakan gaun putih pada pernikahannya. Akhirnya, rata-rata perempuan Amerika memutuskan untuk mengeluarkan biaya tinggi untuk bisa mengenakan gaun putih pada pernikahan mereka.  Sejak saat itu gaun pernikahan berwana putih ditaksir dengan harga mahal.

Hingga sekarang warna putih dipandang sebagai warna yang elegan bagi perempuan yang ingin menikah. Tetapi masih banyak wilayah lain di dunia yang menggunakan warna mencolok untuk gaun pernikahan. Salah satunya Indonesia dengan beragam pakaian penganti adat. Gaun pengantin Indonesia bahkan bisa berwarna-warni.

Jadi gimana? Pada akhirnya artikel ini tidak semanis pembukaannya, ya. Hihi. Tapi mengenai pemilihan warna untuk gaun pernikahan bisa dikembalikan ke selera masing-masing. Tak masalah jika menginginkan gaun pernikahan impian berwarna putih. Pun dengan warna lain. Tak peduli warna apa gaun pernikahanmu, pernikahan dapat berlangsung sakral dan khitmad pada saat janji suci dikukuhkan.

Jangan lupa unduh aplikasi Titipku, ya! Manfaatkan aplikasi ini untuk memenuhi kebutuhanmu. Ayo belanja disana dengan bantuan jatiper. Banyak produk-produk UMKM yang siap untuk kalian borong. Dapatkan juga reward menarik atas kontribusimu di Titipku.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membahagiakan Yang Masih Ada (Hidup)

Cara Mengolah Talas Agar Tidak Menimbulkan Gatal

Memilih Botol Minum Plastik Harus Cermat, Ini Tipsnya!